Kamis, 03 Desember 2009

Ketika diriku tidak mampu bertanya

6. Ketika Diriku Tidak Mampu Bertanya

Oleh : Joko Sunarno

Sejak manusia dilahirkan selalu memiliki rasa ingin tahu. Segala yang asing baginya selalu ditanyakan. Hanya kualitas, kuantitas, dan cara menanyakan yang berbeda-beda. Bahkan ada orang yang bertanyanya hanya dalam hati saja tanpa sanggup menyampaikannya.

Demikian pun dengan diriku, punya banyak pertanyaan baik yang sudah aku ungkap maupun yang masih tersimpan dalam hatiku. Namun adakalanya diriku tidak mampu lagi bertanya manakala diriku menghadapi, menyaksikan, mendengar, bahkan mengalami sendiri pengalaman-pengalaman yang radikal. Suatu pengalaman yang sangat jauh berbeda dengan apa yang aku pikirkan. Pengalaman-pengalaman radikal itu, bahkan mungkin sangat radikal, mampu membungkam pikiran-pikiranku untuk bertanya apa yang sebenarnya terjadi, apa yang bisa aku perbuat, siapa yang salah. Namun aku masih mampu mengandalkan hatiku untuk mengendalikan gejolak pikiranku.

Itulah diriku yang tidak mampu lagi bertanya manakala:

- menyaksikan sebuah pengalaman kematian yang menghantar kakak kandungku ke rumah Bapa, dalam usia 37 tahun. Aku tak mengerti mengapa diusianya yang masih tergolong muda begitu saja dipanggil. Diriku berontak mengapa tidak yang tua dulu yang meninggal. Kehadiran kakakku masih dibutuhkan oleh keluarganya, terutama kedua anaknya. Kenapa Tuhan mengambil begitu saja kebahagiaan keluarga kami, khususnya keluarga kakakku.

- mendengar, menyaksikan begitu dasyatnya gelombang Tsunami melanda Aceh, memporak porandakan seluruh harta benda, dan ribuan nyawa melayang. Rumah yang dibangun dengan tetesan-tetesan keringat dan dalam proses yang cukup lama, dalam waktu sekejap raib, hancur. Orang tua kehilangan anak-anaknya, anak kehilangan orang tua tempat berpegang. Aku tidak dapat bertanya lagi mengapa semua yang sudah kelihatan baik begitu saja diambil.

- mengalami, merasakan begitu hebatnya gempa bumi yang melanda Yogyakarta dan Jawa Tengah. Disaat yang begitu tenang kami menjalani aktivitas kami, tiba-tiba digonjang gempa yang demikian hebat. Yang di dalam rumah tertimpa bangunan rumah yang dibangunnya sendiri, yang berusaha keluar rumah dan lari menyelamatkan diri tertimpa bangunan atau pagar milik tetangganya. Harta dan nyawa sepertinya tak lagi berharga. Ada juga yang berusaha mencari untung dalam suasana yang memprihatinkan itu, dengan menyebar isu tsunami, membuat orang panik menyelamatkan diri, dan mereka mengambil harta benda yang ditinggalkan pemiliknya. Aku tak dapat bertanya lagi begitu mudahnya harta dan nyawa lenyap seketika.

- mendengar, menyaksikan seorang ibu sampai hati memberikan racun tikus pada dua anaknya. Bukan cuma itu, wanita berusia 31 tahun itu juga mencekik buah hatinya hingga tewas. Korban adalah anak laki-laki terdakwa yang berusia empat tahun dan putrinya yang berumur dua tahun. Di pengadilan terungkap, wanita yang depresi berat itu memberikan racun tikus yang dicampur dengan gula dan air untuk dua anaknya. Khawatir racun tersebut tidak berhasil, wanita itu menggunakan bantal untuk membunuh anak perempuannya. Dia juga mencekik putranya dengan tangannya. Dengan alasan terdakwa marah karena suaminya yang berselingkuh. http://www.detiknews.com/read/2009/11/06/141457/1236645/10/ibu-beri-racun-tikus-pada-2-anaknya [2 Desember 2009].

Aku tak mampu lagi bertanya karena kesalahan orang tua mengapa anak yang menjadi korban. Tidakkah manusia dewasa mempunyai cara pikir dan daya pikir yang lebih baik, mengapa jalan-jalan pintas yang selalu digunakan.

- mendengar, menyaksikan di Jepara, hanya karena kalah bermain, Solikhin (10) membunuh Imam Maulana (7). Bahkan kedua anak itu masih terhitung kerabat. "Dia (Imam) masih kerabat sendiri. Ibu Imam adalah keponakan istri saya," kata bapak Solikhin, Zamroni (40), di Desa Raguklampitan, Kecamatan Batealit, Jepara, Jawa Tengah, Kamis (19/7/2007). Zamroni tidak menyangka anaknya membunuh Imam. Pasalnya, selama ini kedua anak itu berhubungan baik. Bahkan sering bermain bersama. Lelaki yang setia menunggui proses penyidikan anaknya di Mapolres Jepara itu menyatakan pasrah. Ia tak tahu banyak soal kronologi kejadiannya, karena tengah berada di Mayong, Jepara. "Saya menyesal, kecewa sekaligus prihatin dengan kejadian itu, tapi tidak bisa apa-apa. Tidak ada orang tua yang mengajari anaknya membunuh," kata buruh pengangkut bahan keramik ini. Sebagaimana diberitakan, Solikhin memukul kepala Imam dari belakang dengan kayu karena berulang kali kalah bermain. Nyawa Imam tak tertolong saat dibawa ke RS.
http://www.detiknews.com/read/2007/07/19/162529/807087/10/bocah-sd-dan-teman-bermain-yang-dibunuhnya-masih-kerabat [2 Desember 2009]

Aku tak mampu lagi bertanya begitu sulitnya orang mengendalikan diri, berdalih mempertahankan harga diri mereka melupakan hati. Salah siapa? orang tua, anak-anak, atau dunia sekarang yang mengajarkan kekerasan, pentingnya harga diri, melupakan hati.

- melihat, mendengar, menyaksikan, merasakan penegakan hukum yang bisa diperjualbelikan layaknya dagang kambing. "Makelar kasus bisa membebaskan atau meringankan pelaku tindak pidana yang seharusnya dihukum. Namun makelar kasus juga yang bisa memastikan seseorang yang tidak seharusnya dihukum agar mendapat hukuman," kata Hikmahanto, mantan anggota tim 8.

http://www.detiknews.com/read/2009/11/22/234520/1246549/10/hikmahanto-masyarakat-menanti-kiat-sby-berantas-markus [3 Desember 2009]

Kasus nenek Minah yang divonis 1,5 bulan karena mencuri 3 buah kakao di
Banyumas adalah salah satu contohnya.

Nenek Minah (55) tak pernah menyangka perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) akan menjadikannya sebagai pesakitan di ruang pengadilan. Bahkan untuk perbuatannya itu Kamis (19/11/2009) dia diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian.
http://www.detiknews.com/read/2009/11/19/152435/1244955/10/mencuri-3-buah-kakao-nenek-minah-dihukum-1-bulan-15-hari [3 Desember 2009]

Aku tak sanggup algi bertanya, begitu banyak orang tidak lagi melihat hati, mengorbankan orang lain untuk harga diri. Kutipan kejadian di atas sangat kontradiksi dengan kasus korupsi, kasus bank Century misalnya, para koruptor dengan leluasa mengambil uang rakyat, dengan leluasa dan tanpa merasa berdosa mereka menikmati uang “malingan”. Kapan keadilan ditegakkan. Aku tak sanggup lagi bertanya.

Inilah diriku, tak sanggup lagi bertanya manakala menghadapi, menyaksikan, mendengar, bahkan mengalami sendiri pengalaman-pengalaman yang radikal, bahkan berjuta-juta pengalaman radikal. Semoga hati manusia dibukakan untuk mampu menangkap berjuta pertanyaan-pertanyaan manusia lain yang tak mampu terungkap.

1 komentar:

  1. Ass. pak Joko komentar-komentar saya menunggu yang lain selesai juga mengerjakannya. Selamat berjuang. Amin

    BalasHapus